Sabtu, 27 Desember 2014

Bersyukur

Menghargai hidup itu sangat penting. lihat saja teman kita yang ingin sekali merasakan bagaimana mengemban ilmu di bangku sekolah, bagaimana rasanya mengenakan seragam sekolah, bagaimana rasanya menggendong tas sekolah yang berisi buku dan alat tulis, bagaimana rasanya menggunakan sepatu sekolah dan banyak hal lagi yang kita tidak ketahui. mereka rela bekerja apa saja hanya untuk bisa sekolah, mereka menabung upah dari jerih paya mereka, keringat mereka yng bercucuran saat terik matahari tak mereka rasakan itu hanya demi untuk bisa merasakan bagaimana rasanya menuntut ilmu disekolah. oleh karena itu bagi kalian para siswa siswi yang bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi pelajar, belajarlah dengan rajin dengan giat mendapatkan juara kelas, mendapat prestasi disekolah, buatlah orang tua kalian bangga dan jangan lupa sisihkan sedikit saja uang saku kalian kepada saudara-saudra kita yang sangat ingin merasakan bangku sekolah, buatlah mereka senang walau hanya dengan uang seratus perak. tengok kebelakang banyak sekali ribuan anak kecil yang tidak bisa sekolah karena kesenjangan ekonomi yang tidak memungkinkan mereka ntuk sekolah, jangan hanya menatap lurus kedepan. karena kadang kala kita juga harus memperhatika yang ada dibelakang kita.

Kamis, 13 November 2014

Manusia dan pandangan Hidup (tugas 5)




1.      Pengertin pandangan hidup
Pandangan Hidup adalah pendapat atau pertimbagan yanag dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.
2.      Sebutkan macam-macam sumber pandangan hidup
Pandangan hidup banyak sekali macamnya dan ragamnya. Akan tetapi pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasaikan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
a.       Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya
b.      Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norms yang terdapat pada negara tersebut.
c.       Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
3.      Langkah-langjah berpandangan hidup
Manusia pasti mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuknya. Akan tetapi yang terpenting, kita seharusnya mempunyai langkah-langkah berpandangan hidup ini. Adapun langkah-langkah itu sebagai berikut :
1.         Mengenal, merupakan suatu kodrat bagi manusia yaitu merupakan tahap pertama dari setiap aktivitas hidupnya yang dalam jalan ini mengenal apa itu pandangan hidup.
2.         Mengerti, disini dimaksudkan mengrti terhadap pandangan hidup itu sendiri. Karena dengan mengerti, ada kecenderungan mengikuti apa yang terdapat dalm pandangan hidup itu.
3.         Menghayati, dengan menghayati pandangan hidup kita memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai kebenaran pandangan hidup itu sendiri.
4.         Meyakini, suatu hal untuk cenderung memperoleh suatu kepastian sehingga dapat mencapai suatu tujuan hidupnya. Dengan meyakini berarti secara langsung ada penerimaan yang ikhlas terhadap pandangan hidup itu.
5.         Mengabdi, merupakan sesuatu hal yang penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan diterima baik oleh dirinya lebih-lebih oleh orang lain.
6.         Mengamankan, proses mengamankan ini merupakan langkah terakhir. Tidak mungkin atau sedikit kemungkinan bila belum mendalami langkah sebelumnya lalu akan ada proses mengamankan ini. Langkah terakhir ini merupakan langkah terberat dan benar-benar membutuhkan iman yang teguh dan kebenaran dalam menanggulangi segala demi tegaknya pandangan hidup itu.

4.      Ceritakan cita-cita yang kalian capai


Sebenarnya saya bingung apa yang mau saya share, karena saya tidak berpengalaman dalam hal tulis menulis atau mengarang, tapi karena tuntutan kewajiban sebagai mahasiswa yang harus mengerjakan tugasnya ya saya usahakan sebisa mungkin saya menulis ya walaupun kata-katanya berantakan.
Saya diharuskan membuat tulisan tentang cita-cita yang ingin dicapai, nah saya bertanya-tanya lagi pada diri sya sendiri, cita-cita apa ya yang paling ingin saya capai??? Setelah termenung sambil memikirkanya akhirnya saya dapat pencerahan. Pertama saya ingin lulus Kuliah terlebih dahulu dengan IPK yang memuaskanlah yang membuat orang tua saya bangga. Karena dengan bangganya kedua orang tua karena prestasi saya adalah sebuah keinginan atau pencapaian yang luar biasa bagi saya. Kedua setelah lulus nanti saya ingin bekerja di salah satu perusahaan di Indonesia, ya kalau bisa perusahaan ternama lah ya. Agar saya bias menabung lah sedikit demi sedikit untuk bisa memberangkatkan haji kedua orang tua, itu adalah cita-cita atau harapan terbesar saya untuk membuat kedua orang tua bangga dan bahagia. Kalo ada rezeki lebih sih yaa saya ingin membangun panti asuhan atau menjadi donatur tetap di salah satu panti asuhan atau yayasan anak yatim lah, membantu sesama manusia yang membutuhkan kan tidak salah. ya sesungguhnya ada sih cita-cita besar dalam hidup saya yang saya kubur dalam-dalam yaitu ingin melihat perubahan baik pada dunia (terutama pada negeri tercinta Indonesia) karena pemikiran dan rencana saya, tapi saya fikir lagi keinginan tersebut susah untuk diwujudkan, tapi kalo saya mau bertekad dan usaha bisa sih, tapi ya biarlah itu menjadi keinginan saja dan siapa tahu tercapai amiin. Ya intinya cita-cita yang ingin saya capai tidak aneh-aneh dan juga tidak muluk-muluk, yaitu membahagiakan orang tua, keluarga dan orang disekitar saya saja. Amiiin ya robb

5.      Referensi
-           

Manusia dan Keadilan (Tugas 4)


1.      Pengertian keadilan
-          Plato, menurutnya keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus memikirkan hal itu.[2] Untuk istilah keadilan ini Plato menggunakan kata yunani”Dikaiosune” yang berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas individual dan sosial.
-          W.J.S. Poerdaminto; keadilan berarti tidak berat sebelah, sepatutunya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam pengertian adil termasuk di dalamnya tidak terdapat kesewenang-wenangan. Orang yang bertindak sewenang-wenang berarti bertindak tidak adil.
-          Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); keadilan berarti (sifat perbuatan, perlakuan) yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan yang dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang semestinya harus diterima oleh pihak lain.
-          Aristoteles, adalah seorang filosof pertama kali yang merumuskan arti keadilan. Ia mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, fiat jutitia bereat mundus.
-          Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja juga digunakan dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif-terutama kecocokan dengan undang-undang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma “adil” hanya kata lain dari “benar”.
-          Jhon Rawls, Konsep keadilan menurut rawls, ialah suatu upaya untuk mentesiskan paham liberalisme dan sosialisme. Sehingga secara konseptual rawls menjelaskan keadilan sebagai fairness, yang mengandung asas-asas, “bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya hendaknya memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpuan yang mereka hendaki
-          Soekanto, menyebut dua kutub citra keadilan yang harus melekat dalam setiap tindakan yang hendak dikatakan sebagai tindakan adil. Pertama, Naminem Laedere, yakni "jangan merugikan orang lain", secara luas azas ini berarti " Apa yang anda tidak ingin alami, janganlah menyebabkan orang lain mengalaminya". Kedua, Suum Cuique Tribuere, yakni "bertindaklah sebanding". Secara luas azas ini berarti "Apa yang boleh anda dapat, biarkanlah orang lain berusaha mendapatkannya". Azas pertama merupakan sendi equality yang ditujukan kepada umum sebagai azas pergaulan hidup. Sedangkan azas kedua merupakan azas equity yang diarahkan pada penyamaan apa yang tidak berbeda dan membedakan apa yang memang tidak sama.
Dari berbagai define diatas dapat disimpulkan bahwa  pengertian keadilan adalah semua hal yang berkenan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antarmanusia, keadilan berisi sebuah tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya, perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau pilih kasih; melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya.

2.      Sebutkan macam-macam keadilan dan contohnya
1)      Menurut Aristoteles
a.       Keadilan komulatif
Keadilan Komulatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang,tanpa mengingat besar jasa-jasa yang diberikan (dari kata commute : mengganti,menukarkan,memindahkan).
Contoh
-       Seorang ibu memberikan hadiah yang sama kepada anak-anaknya tanpa memandang apa yang telah dilakukan anak-anaknya pada sang ibu
-       setiap peserta didik memperoleh tugas yang sama , tanpa melihat kepandaian masing-masing.

b.      Keadilan distributive
Keadilan Distributif adalah keadilan yang memberikan hak atau jatah kepada setiap orang menurut jasa-jasa yang telah diberikan (pembagian menurut haknya masing-masing pihak). Di sini keadilan tidak menuntut pembagian yang sama bagi setiap orang, tetapi pembagian yang sama berdasarkan perbandingan.
Contoh:
-       Seorang pemimpin perusahaan memberikan gaji lebih banyak kepada karyawan yang rajin bekerja dan memiliki profesionalitas yang tinggi
-       pemberian nilai pada peserta didik sesuai dengan prestasi yang dimilikinya.

c.       Keadilan kodrat alam. Keadilan kodrat alam adalah memberi sesuatu sesuai dengan yang diberikan orang lain kepada kita.
d.      Keadilan konvensional. Keadilan secara konvensional adalah keadilan apabila seorang warga negara telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah diwajibkan.

3.      Sebutkan 5 wujud keadilan social
- Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
-  Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
-       Sikap suka memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan.
-       Sikap suka bekerja keras.
-    Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.

4.      Referensi

Senin, 20 Oktober 2014

Bahasa Daerah Di Indonesia, Bahasa Jawa



Macam Varian Dialek-Dialek Bahasa Jawa

Peta Persebaran Linguistik Pulau Jawa



Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa Rumpun Austronesia yang dituturkan oleh masyarakat Suku Jawa di Indonesia dan berbagai wilayah perantauan lainnya.
.............................................. 
Menurut jumlah penutur dan wilayah sebarnya, Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa terbesar di dunia dengan jumlah penutur asli sekitar 80 juta orang, dan merupakan bahasa lokal terbesar dan terbanyak penggunanya di Indonesia.
...... 
Bahasa Jawa sangat beragam, dan keragaman ini masih terpelihara sampai sekarang, baik karena dituturkan maupun melalui dokumentasi tertulis. Dialek geografi, dialek temporal, serta register dalam Bahasa Jawa sangat kaya sehingga seringkali menyulitkan orang yang mempelajarinya.
...... 
Berikut adalah paparan singkat mengenai berbagai dialek dalam Bahasa Jawa, mulai dari Banten di barat hingga Banyuwangi di timur.
......
1. Dialek Banten
 ......
Bahasa Banten (Dialek Banten) mulai dituturkan di zaman Kesultanan Banten pada abad ke 16. Di zaman itu, Bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tidak ada bedanya dengan Bahasa Jawa Dialek Cirebon, sedikit diwarnai Dialek Tegal-Banyumas. Asal muasal Kesultanan Banten memang berasal laskar gabungan Demak dan Cirebon yang berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan Sunda Pajajaran. Namun, Bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya, apa lagi daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan Bahasa Sunda dan Bahasa Betawi (Melayu).
......
Bahasa Banten atau Dialek Banten ini dituturkan di bagian utara Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan daerah barat Kabupaten Tangerang. Dialek ini dianggap sebagai dialek kuno juga banyak pengaruh Bahasa Sunda dan Bahasa Betawi.
...... 
Dialek Banten terdapat dua tingkatan. Yaitu tingkatan bebasan (krama) dan standar. Dalam Dialek Banten, pengucapan huruf 'e', ada dua versi. Ada yang diucapkan 'e' saja, seperti pada kata "teman". Dan juga ada yang diucapkan 'a', seperti pada kata "apa".
...... 
Contoh Dialek Banten tingkat bebasan :
...... 
  • Pripun kabare ? Kakang ayun ning pundi ?
  • Sampun dahar dereng ?
  • Permios, kule boten uning griyane kang Haban niku ning pundi ?
  • Kasihe sinten ?
...... 
Contoh Dialek Banten tingkat standar :
...... 
  • Kepremen kabare ? Sire arep ning endi ?
  • Wis mangan durung ?
  • Punten, kite ore weruh umahe kang Haban kuwen ning endi ?
  • Arane sape ?
...... 
Terjemahan Bahasa Indonesia :
 ......
·  Bagaimana kabarnya ? Kamu mau kemana ?
·  Sudah makan belum ?
·  Maaf, saya tidak tahu rumahnya Kang Haban itu dimana?
·  Namanya siapa ?
......
2. Dialek Cirebon-Indramayu
...... 
Dialek Cirebon-Indramayu atau disebut oleh masyarakat setempat sebagai Basa Cerbon ialah salah satu dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat, terutama mulai daerah Pedes hingga Cilamaya di Kabupaten Karawang; Blanakan, Pamanukan, Pusakanagara, Pusakaratu, dan Compreng di Kabupaten Subang; Kabupaten Indramayu, Kabupaten dan Kota Cirebon, serta Kabupaten Majalengka.
...... 
Dialek Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno Bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh Bahasa Jawa baku. Perdebatan tentang Dialek Cirebon sebagai sebuah bahasa yang mandiri terlepas dari Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa telah menjadi perdebatan yang cukup panjang, serta melibatkan faktor politik pemerintahan, budaya, serta ilmu kebahasaan.
...... 
Beberapa ahli percaya bahwa Sastra Cirebonan dalam bentuk tulisan telah ada sebelum permulaan zaman Hindu dan telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat Jawa. Sebagai hasilnya dapat ditemui dua macam hasil karya Sastra Cirebonan, yang disebut "tembang gedhe dan tembang tengahan". Setelah Cirebon dijadikan pusat dari penyebar agama Islam oleh Walisongo, "tembang cilik" yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai "tembang macapat" mulai muncul.
...... 
Penelitian menggunakan kuesioner sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar (makan, minum, dan sebagainya) berlandaskan Metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata Bahasa Jawa Dialek Cirebon dengan Bahasa Jawa Dialek Surakarta-Yogyakarta (Jawa Baku) mencapai 75 %, sementara perbedaannya dengan Dialek Surabaya mencapai 76 %. Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya. Bahkan Dialek Cirebon dalam perjalanannya telah menggunakan aksara yang dikenal dengan nama Cacarakan Cirebon dan juga Aksara Arab Pegon. Aksara Cacarakan Cirebon merupakan jenis aksara yang bentuknya lebih dekat dengan Aksara Bali ketimbang Aksara Jawa (Hanacaraka) maupun Aksara Carakan Sunda.
...... 
Contoh kalimat dalam Dialek Cirebon-Indramayu :
....
·  Pripun kabar ae ? Panjenengan bade teng pundi ?
·  Sampun dahar dereng ?
·  Permios, Kula mboten uning griya ae rara Astutiningsih kuh teng pundi ?
·  Jeneng ae sinten ?
·  Jeneng ae Astutiningsih lamun mboten sawon.
....
Terjemahan Bahasa Indonesia :
...... 
·  Bagaimana kabar Anda ? Kamu mau ke mana ?
·  Sudah makan belum ?
·  Maaf, saya tidak tahu rumah Mbak Astutiningsih itu di mana ?
·  Namanya siapa ?
·  Namanya Astutiningsih kalau tidak salah.
......
3. Dialek Tegal-Banyumas
 ......
Dialek Tegal-Banyumas atau sering disebut Basa Ngapak adalah kelompok bahasa Bahasa Jawa yang dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah (Pemalang, Tegal, Brebes, Banyumas, Cilacap, Kebumen, Purbalingga, dan Banjarnegara). Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek Bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan Bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan Bahasa Jawa Kuno (Kawi). Sedangkan Dialek Tegal juga merupakan salah satu kekayaan Bahasa Jawa, selain Banyumas. Meskipun memiliki kosa kata yang sama dengan Dialek Banyumas, pengguna Dialek Tegal tidak serta-merta mau disebut ngapak karena beberapa alasan antara lain : perbedaan intonasi, pengucapan, dan makna kata.
...... 
Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan Bahasa Jawa yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan. Itulah sebabnya pada tahap perkembangan di era Bahasa Jawa modern ini, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa Banyumasan dengan Bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat Banyumasan timbul istilah bandhekan untuk merepresentasikan gaya Bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa wetanan (timur).
...... 
Dibandingkan dengan Bahasa Jawa Dialek Yogyakarta dan Surakarta, Dialek Tegal-Banyumas banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'ό'. Jadi jika di Surakarta orang makan 'segό' (nasi), di wilayah Banyumas orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan Basa Ngapak atau Ngapak-ngapak
 ......
Sebagian besar kosakata asli dari dialek ini tidak memiliki kesamaan dengan Bahasa Jawa standar (Surakarta-Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik.
...... 
·  "inyong" : saya
·  "rika" : kamu (Banyumas)
·  "koen"  : kamu (Tegal)
·  "kepriwe" : bagaimana (Banyumas)
·  "kepriben" : bagaimana (Tegal)
......
4. Dialek Pekalongan 

 ......
Dialek Pekalongan adalah salah satu dari dialek-dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, Dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri, Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang Yogyakarta atau Surakarta, dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. 
...... 
Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya Dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di daerah Kesultanan Mataram. Namun seterusnya ada zaman di mana bahasa-bahasa Jawa terutama Dialek Pekalongan mulai terlihat berbeda karena asimilasi dengan budaya lain. 
 ......
Meskipun Dialek Pekalongan banyak menggunakan kosakata yang sama dengan Dialek Tegal, misalnya : bae, nyong, manjing, kaya kuwe, namun pengucapannya tak begitu "kental" melainkan lebih "datar" dalam pengucapannya, contohnya menggunakan pengucapan : ri, ra, po'o, ha'ah pok, lha, ye. Demikian pula adanya istilah yang khas, seperti : Kokuwe artinya "sepertimu", Tak nDangka'i artinya "aku kira", Jebhul no'o artinya "ternyata", Lha mbuh artinya "tidak tau", Ora dermoho artinya "tak sengaja", Wegah ah artinya "tak mau", Nghang priye artinya "bagaimana", Di Bya bae ra artinya "dihadapi saja", dan masih banyak lainnya.
......
5. Dialek Kedu 
 ......
Dialek Kedu adalah sebuah dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di Daerah Kedu, Jawa Tengah bagian tengah (Wonosobo, Purworejo, Magelang dan khususnya Temanggung). Dialek Kedu adalah nenek moyang dari Bahasa Jawa yang biasa digunakan di Suriname.
...... 
Dialek ini terkenal dengan cara bicaranya yang khas, sebab merupakan pertemuan antara dialek bandek (Surakarta-Yogyakarta) dan dialek ngapak (Banyumas). Kata-katanya masih menggunakan dialek ngapak dalam tuturannya agak bandek :
...... 
·  "gandhul" : pepaya
·  "mbaca" : membaca (Bahasa Jawa standar : maca)
·  "mberuh"  : tidak tahu (embuh ora weruh)
·  "mbek" : dengan contoh "mbek sopo?" artinya "dengan siapa?" (kambek , karo)
·  "krongsi" : kursi (Temanggung)
......
6. Dialek Surakarta-Yogyakarta
...... 
Bahasa Jawa Dialek Surakarta-Yogyakarta (Mataraman) adalah dialek Bahasa Jawa yang diucapkan di daerah Surakarta dan Yogyakarta, termasuk pula daerah-daerah di bagian tengah Pulau Jawa (memanjang dari Kabupaten Blitar di timur hingga Kabupaten Kendal di barat). Dialek ini merupakan Bahasa Jawa baku dan menjadi standar bagi pengajaran Bahasa Jawa baik di dalam negeri maupun secara internasional.  Bahasa Jawa Surakarta-Yogyakarta sejatinya merupakan pengembangan Bahasa Jawa baru gaya Mataraman, dengan bercirikan dialek “ÏŒ” (Ã¥) dalam berbagai kosakatanya, membedakannya dengan Bahasa Jawa kuno yang berdialek “a” (mirip Dialek Tegal-Banyumasan).
...... 
Wilayah geografis Dialek Surakarta-Yogyakarta :..................................................

Wilayah Barat
Eks Karesidenan Semarang (Semarang, Salatiga, Demak, dan Grobogan
Sebagian Kabupaten Magelang
Wilayah Tengah
Eks Karesidenan Surakarta dan Karesidenan Yogyakarta
Wilayah Timur
Eks Karesidenan Madiun dan Karesidenan Kediri
Bagian barat Kabupaten Jombang dan selatan Kabupaten Malang


Bahasa Jawa baku mengenal undhak-undhuk basa dan menjadi bagian integral dalam tata krama (etiket) masyarakat Jawa dalam berbahasa. Dialek Surakarta sendiri biasanya menjadi rujukan dalam hal ini. Bahasa Jawa bukan satu-satunya bahasa yang mengenal hal ini karena beberapa bahasa Austronesia lain dan bahasa-bahasa Asia Timur seperti Bahasa Korea dan Bahasa Jepang juga mengenal hal semacam ini. Dalam sosiolinguistik, undhak-undhuk merupakan salah satu bentuk register.
...... 
Terdapat tiga bentuk utama variasi, yaitu ngoko ("kasar"), madya ("biasa"), dan krama ("halus"). Di antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk "penghormatan" (ngajengake, honorific) dan "perendahan" (ngasorake, humilific). Dialek lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini.
...
.
..............................................
  • Bahasa Indonesia: "Maaf, saya mau tanya rumah Kak Budi itu, di mana?"..................................................
  1. Ngoko kasar : “Eh, aku arȇp takÏŒn, omahé Budi kuwi, níng ȇndi ?’
  2. Ngoko alus : “Aku nyuwún pírsa, dalemé Mas Budi kuwi, níng ȇndi ?
  3. Ngoko meninggikan diri sendiri : “Aku kȇrsÃ¥ ndangu, omahé , Mas Budi kuwi, níng ȇndi ? (ini dianggap salah oleh sebagian besar penutur Bahasa Jawa karena menggunakan leksikon krama inggil untuk diri sendiri)
  4. Madya : “Nuwun séwu, kulÃ¥ ajȇng tanglet, griyané mas Budi niku, teng pundi ? (ini krama desa (substandar))
  5. Madya alus : “Nuwun séwu, kula ajeng tanglȇt, dalȇmé Mas Budi niku, ‘tȇng pundi ? (ini juga termasuk krama desa (krama substandar))
  6. Krama andhap : “Nuwun séwu, dalȇm badhe nyuwún pírsÃ¥, dalȇmipún Mas Budi punikÃ¥, wontȇn pundi ? (Dalȇm itu sebenarnya pronomina persona kedua, kagungan dalȇm 'kepunyaanmu'. Jadi ini termasuk tuturan krama yang salah alias krama desa)
  7. Krama lugu : “Nuwun séwu, kulÃ¥ badhé takén, griyanipún Mas Budi punikÃ¥, wontȇn pundi ?
  8. Krama alus : “Nuwun séwu, kulÃ¥ badhe nyuwún pírsa, dalȇmipún Mas Budi punikÃ¥, wontȇn pundi ?..
    ..............................................
    *níng adalah bentuk percakapan sehari-hari dan merupakan kependekan dari bentuk baku ånå íng yang disingkat menjadi (a)níng.
..............................................
Dengan memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang secara tatabahasa berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya dan juga terhadap yang dibicarakan. Walaupun demikian, tidak semua penutur Bahasa Jawa mengenal semuanya register itu. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko dan sejenis madya.
......
7. Dialek Pantura Timur
...... 
Dialek Pantai Utara (Pantura) Timur adalah sebuah dialek Bahasa Jawa yang sering disebut Dialek Muria di Jawa Tengah karena juga dituturkan di wilayah sekitar kaki Gunung Muria. Dialek ini meliputi wilayah Jepara, Kudus, Pati, Blora, Rembang (Jawa Tengah), Tuban, dan Bojonegoro (Jawa Timur). Dialek ini juga menjadi bahasa sehari-hari Suku Samin (salah satu sub-Suku Jawa) di pedalaman Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro.
...... 
Ciri khas dialek ini adalah digunakannya akhiran -em atau -nem (ȇ) menggantikan akhiran -mu dalam Bahasa Jawa untuk menyatakan kata ganti posesif orang kedua tunggal. Akhiran -em dipakai jika kata berakhiran huruf konsonan, sementara -nem dipakai jika kata berakhiran vokal. Misalnya kata kathok yang berarti celana menjadi kathokem, klambi yang berarti baju menjadi klambinem, dan sebagainya.
...... 
Beberapa kosakata khas Dialek Pantura Timur yang tidak dipakai dalam Bahasa Jawa yang lain antara lain :....
  • "lamuk/jengklong" berarti "nyamuk" (Bahasa Jawa standar : nyamuk atau lemut)
  • "mbledeh/mblojet" berarti "telanjang dada" (Bahasa Jawa standar : ngliga)
  • "wong bento" berarti orang gila" (Bahasa Jawa standar : wong edan)
  • "pet" berarti "pipa atau air ledeng" (Bahasa Jawa standar : ledeng)
  • "neker" berarti "kelereng" (Bahasa Jawa standar : setin)
  • "jengen" berarti "nama" (Bahasa Jawa standar : jeneng)
  • "ceblok" berarti "jatuh" (Bahasa Jawa standar : tiba)
  • "digudak" berarti "dikejar" (Bahasa Jawa standar : dioyak)
    ......
8. Dialek Surabaya


......
Dialek Surabaya atau lebih sering dikenal sebagai Boso Suroboyoan atau Jawa Timuran adalah sebuah dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya. Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Secara struktural bahasa, Dialek Surabaya dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Meskipun demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih halus masih dipakai oleh beberapa orang Surabaya, sebagai bentuk penghormatan atas orang lain. Namun demikian penggunaan Bahasa Jawa halus (madya sampai krama) di kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan tidaklah sehalus di Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak mencampurkan kata sehari-hari yang lebih kasar.....
..............................................
Secara persebaran geografis Dialek Surabaya dipertuturkan di :..................................................
  • Wilayah Barat
    ....
    • Kabupaten dan Kota Mojokerto sampai Kabupaten Jombang ....
      Wilayah Perak Utara (Kecamatan Perak, Jombang) masih menggunakan Dialek Surabaya, sementara Perak Selatan telah menggunakan Dialek Surakarta-Yogyakarta (karena berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Kediri)...............................................
  • Wilayah Utara
    ....
    • Kabupaten Gresik dan Kabupaten Lamongan
      ....
    • Sebagian Madura ................................................
      Beberapa orang Madura dapat menggunakan Dialek ini secara aktif.
      .................................................
  • Wilayah Tengah
    ..............................................
    • Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Pasuruan
      ..............................................
    • Malang Raya (wilayah Kabupaten dan Kota Malang serta Kota Batu)
      ..............................................
  • Wilayah Timur
    ....
    • Kawasan Tapal Kuda ...
      ...............................................

      Belum diketahui secara pasti, namun di sepanjang pesisir tengah Jawa Timur (Probolinggo, Lumajang,  Jember, Bondowoso, Situbondo, sampai Banyuwangi bagian barat) Dialek Surabaya juga banyak digunakan.
...... 
Orang Surabaya lebih sering menggunakan partikel "rék" sebagai ciri khas mereka. Partikel ini berasal dari kata "arék", yang dalam Dialek Surabaya menggantikan kata "bôcah" (anak) dalam Bahasa Jawa standar. Partikel lain adalah "seh" (e dibaca seperti e dalam kata edan), yang dalam Bahasa Indonesia setara dengan partikel "sih".
 ..............................................
Beberapa kosa kata khas Suroboyoan :
 ....
  • "pongor, gibeng, santap, waso(h) (istilah untuk pukul atau hantam);
  • "kathuken" berarti "kedinginan" (Bahasa Jawa standar : kademen);
  • "gurung" berarti "belum" (Bahasa Jawa standar : durung);
  • "gudhuk" berarti "bukan" (Bahasa Jawa standar : dudu);
  • "opo'o" berarti "mengapa" (Bahasa Jawa standar : kenopo);  

..............................................
"Jancúk" merupakan salah satu kosakata paling khas dari Dialek Surabaya. Orang Jawa (golongan Mataraman) pada umumnya menganggap Dialek Surabaya adalah yang terkasar, namun sebenarnya itu menujukkan sikap tegas, lugas, dan terus terang. Sikap basa basi yang diagung-agungkan para bangsawan Mataram, tidak berlaku dalam kehidupan Arek Suroboyo. Tapi kata "jancúk"  juga dapat diartikan sebagai tanda persahabatan. Arek-arek Suroboyo apabila telah lama tidak bertemu dengan sahabatnya jika bertemu kembali pasti ada kata "jancúk"  yang terucap, contoh : "Jancuk , yok opo kabare rek ! Suwi gak ketemu !".
...... 
9. Dialek Tengger
...... 

Bahasa Tengger atau Dialek Tengger merupakan sub-Bahasa Jawa yang dituturkan oleh Orang Tengger di daerah Gunung Bromo dan Gunung Semeru (Dataran Tinggi Tengger) yang termasuk wilayah sebagian Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang.
Di Pasuruan, Dialek Tengger ditemukan di Kecamatan Tosari, lalu di Probolinggo, daerah Kecamatan Sukapura, sedangkan Malang, Dialek Tengger dituturkan di wilayah Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo. Yang terakhir, di Lumajang dituturkan di wilayah Ranu Pane, Kecamatan Senduro.
Ada yang menganggap Dialek Tengger merupakan turunan Bahasa Kawi dan banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tak digunakan lagi dalam Bahasa Jawa modern.
...........
Contoh :
..........
  • Reang : aku, jika yang berbicara lelaki
  • Isun : aku, jika yang berbicara perempuan
...........
Apabila abjad "a" dalam bahasa Jawa modern dibaca "ό", di Tengger tetap dibaca "a", mirip dengan dialek Bahasa Jawa di bagian barat (Tegal-Banyumas dan Pekalongan).
...... 
10. Dialek Osing
Dialek Osing atau sering disebut Basa Osing, adalah dialek Bahasa Jawa yang dipertuturkan oleh Orang Osing (salah satu sub-Suku Jawa) di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Kata osing berasal dari Bahasa Sansekerta, tusing, sama seperti dalam Bahasa Bali yang berarti "tidak". Dialek Osing mempunyai banyak kesamaan dan memiliki kosakata Bahasa Jawa Kuno yang masih tertinggal. Di samping itu, pengaruh Bahasa Bali juga sedikit signifikan terlihat dalam dialek ini. Seperti kosakata sing (tidak) dan bojog (monyet)....... 
Jumlah penduduk asli Banyuwangi yang acap disebut sebagai "Lare Using" ini diperkirakan mencapai 500.000 jiwa dan secara otomatis menjadi pendukung tutur Dialek Osing ini. Penutur Dialek Osing ini tersebar terutama di wilayah tengah Kabupaten Banyuwangi, mencakup Kecamatan Kabat, Rogojampi, Glagah, Kalipuro, Srono, Songgon, Cluring, Giri, Kota Banyuwangi, Gambiran, Singojuruh, sebagian Genteng, dan Licin. Wilayah sisanya dihuni warga berbahasa Jawa Dialek Surabaya ataupun Bahasa Madura. Selain di Banyuwangi, penutur bahasa ini juga dapat dijumpai di wilayah Kabupaten Jember, khususnya di Dusun Krajan Timur, Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan. 
...... 
Di kalangan masyarakat Osing, dikenal dua gaya bahasa yang satu sama lain ternyata tidak saling berhubungan. Yakni Cara Osing dan Cara Besiki. Cara Osing adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak mengenal bentuk Ngoko-Krama seperti layaknya Bahasa Jawa umumnya. Yang menjadi pembedanya adalah pronomina yang disesuaikan dengan kedudukan lawan bicara, misalnya :
..............................................
  • Siro wis madhyang? = kamu sudah makan?
  • Riko wis madhyang? = anda sudah makan?
    ..............................................
    • Hiro/Iro = digunakan/lawan bicara untuk yang lebih muda(umur)
    • Siro = digunakan/lawan bicara untuk yang selevel(umur)
    • Riko = digunakan/lawan bicara untuk yang di atas kita (umur)
    • Ndiko = digunakan/lawan bicara untuk orang tua (bapak/ibu).............................
Sedangkan Cara Besiki adalah bentuk "Osing Halus" yang dianggap sebagai bentuk bicara ideal. Akan tetapi penggunaannya tidak seperti halnya masyarakat Jawa, Cara Besiki ini hanya dipergunakan untuk kondisi-kondisi khusus yang bersifat keagamaan dan ritual, selain halnya untuk acara pertemuan menjelang perkawinan.
...........
Sumber :
Wikipedia Bahasa Indonesia - dengan sedikit tambahan dan perubahan

http://infobimo.blogspot.com/2013/11/macam-varian-dialek-dialek-bahasa-jawa.html