Macam Varian Dialek-Dialek Bahasa Jawa
Bahasa
Jawa adalah salah satu bahasa Rumpun Austronesia yang dituturkan oleh
masyarakat Suku Jawa di Indonesia dan berbagai wilayah perantauan lainnya.
..............................................
Menurut
jumlah penutur dan wilayah sebarnya, Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa
terbesar di dunia dengan jumlah penutur asli sekitar 80 juta orang, dan merupakan
bahasa lokal terbesar dan terbanyak penggunanya di Indonesia.
......
Bahasa
Jawa sangat beragam, dan keragaman ini masih terpelihara sampai sekarang, baik
karena dituturkan maupun melalui dokumentasi tertulis. Dialek geografi, dialek
temporal, serta register dalam Bahasa Jawa sangat kaya sehingga seringkali
menyulitkan orang yang mempelajarinya.
......
Berikut
adalah paparan singkat mengenai berbagai dialek dalam Bahasa Jawa, mulai dari
Banten di barat hingga Banyuwangi di timur.
......
1.
Dialek Banten
......
Bahasa
Banten (Dialek
Banten) mulai dituturkan di zaman Kesultanan Banten pada abad ke 16. Di
zaman itu, Bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tidak ada bedanya dengan Bahasa
Jawa Dialek Cirebon, sedikit diwarnai Dialek Tegal-Banyumas. Asal muasal
Kesultanan Banten memang berasal laskar gabungan Demak dan Cirebon yang
berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan Sunda Pajajaran. Namun, Bahasa
Jawa Banten mulai terlihat bedanya, apa lagi daerah penuturannya dikelilingi
daerah penuturan Bahasa Sunda dan Bahasa Betawi (Melayu).
......
Bahasa
Banten atau Dialek Banten ini dituturkan di bagian utara Kabupaten Serang, Kota
Serang, Kota Cilegon dan daerah barat Kabupaten Tangerang. Dialek ini dianggap
sebagai dialek kuno juga banyak pengaruh Bahasa Sunda dan Bahasa Betawi.
......
Dialek
Banten terdapat dua tingkatan. Yaitu tingkatan bebasan (krama) dan standar. Dalam Dialek Banten, pengucapan huruf 'e',
ada dua versi. Ada yang diucapkan 'e' saja, seperti pada kata
"teman". Dan juga ada yang diucapkan 'a', seperti pada kata
"apa".
......
Contoh Dialek Banten tingkat bebasan :
Contoh Dialek Banten tingkat bebasan :
......
- Pripun kabare ? Kakang ayun ning pundi ?
- Sampun dahar dereng ?
- Permios, kule boten uning griyane kang Haban niku ning pundi ?
- Kasihe sinten ?
......
Contoh Dialek
Banten tingkat standar :
......
- Kepremen kabare ? Sire arep ning endi ?
- Wis mangan durung ?
- Punten, kite ore weruh umahe kang Haban kuwen ning endi ?
- Arane sape ?
......
Terjemahan Bahasa
Indonesia :
......
· Bagaimana kabarnya ? Kamu mau kemana ?
· Sudah makan belum ?
· Maaf, saya tidak tahu rumahnya Kang Haban
itu dimana?
· Namanya siapa ?
......
......
2.
Dialek Cirebon-Indramayu
......
Dialek
Cirebon-Indramayu
atau disebut oleh masyarakat setempat sebagai Basa Cerbon ialah salah
satu dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat, terutama
mulai daerah Pedes hingga Cilamaya di Kabupaten Karawang; Blanakan, Pamanukan,
Pusakanagara, Pusakaratu, dan Compreng di Kabupaten Subang; Kabupaten
Indramayu, Kabupaten dan Kota Cirebon, serta Kabupaten Majalengka.
......
Dialek
Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno Bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat
dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah
tak digunakan lagi oleh Bahasa Jawa baku. Perdebatan tentang Dialek Cirebon
sebagai sebuah bahasa yang mandiri terlepas dari Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa
telah menjadi perdebatan yang cukup panjang, serta melibatkan faktor politik
pemerintahan, budaya, serta ilmu kebahasaan.
......
Beberapa
ahli percaya bahwa Sastra Cirebonan dalam bentuk tulisan telah ada sebelum
permulaan zaman Hindu dan telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat Jawa.
Sebagai hasilnya dapat ditemui dua macam hasil karya Sastra Cirebonan, yang
disebut "tembang gedhe dan tembang tengahan". Setelah Cirebon
dijadikan pusat dari penyebar agama Islam oleh Walisongo, "tembang
cilik" yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai "tembang
macapat" mulai muncul.
......
Penelitian
menggunakan kuesioner sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan
budaya dasar (makan, minum, dan sebagainya) berlandaskan Metode Guiter
menunjukkan perbedaan kosa kata Bahasa Jawa Dialek Cirebon dengan Bahasa Jawa
Dialek Surakarta-Yogyakarta (Jawa Baku) mencapai 75 %, sementara perbedaannya
dengan Dialek Surabaya mencapai 76 %. Untuk diakui sebagai sebuah bahasa
tersendiri, suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan
bahasa terdekatnya. Bahkan Dialek Cirebon dalam perjalanannya telah menggunakan
aksara yang dikenal dengan nama Cacarakan Cirebon dan juga Aksara Arab Pegon.
Aksara Cacarakan Cirebon merupakan jenis aksara yang bentuknya lebih dekat
dengan Aksara Bali ketimbang Aksara Jawa (Hanacaraka) maupun Aksara Carakan
Sunda.
......
Contoh
kalimat dalam Dialek Cirebon-Indramayu :
....
· Pripun kabar ae ? Panjenengan bade teng pundi ?
· Sampun dahar dereng ?
· Permios, Kula mboten uning griya ae rara Astutiningsih kuh teng pundi ?
· Jeneng ae sinten ?
· Jeneng ae Astutiningsih lamun mboten sawon.
....
Terjemahan Bahasa Indonesia :
....
· Pripun kabar ae ? Panjenengan bade teng pundi ?
· Sampun dahar dereng ?
· Permios, Kula mboten uning griya ae rara Astutiningsih kuh teng pundi ?
· Jeneng ae sinten ?
· Jeneng ae Astutiningsih lamun mboten sawon.
....
Terjemahan Bahasa Indonesia :
......
· Bagaimana kabar Anda ? Kamu mau ke mana ?
· Sudah makan belum ?
· Maaf, saya tidak tahu rumah Mbak Astutiningsih itu di mana ?
· Namanya siapa ?
· Namanya Astutiningsih kalau tidak salah.
......
· Sudah makan belum ?
· Maaf, saya tidak tahu rumah Mbak Astutiningsih itu di mana ?
· Namanya siapa ?
· Namanya Astutiningsih kalau tidak salah.
......
3.
Dialek Tegal-Banyumas
......
Dialek
Tegal-Banyumas
atau sering disebut Basa Ngapak adalah kelompok bahasa Bahasa Jawa yang
dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah (Pemalang, Tegal, Brebes, Banyumas,
Cilacap, Kebumen, Purbalingga, dan Banjarnegara). Logat bahasanya agak berbeda
dibanding dialek Bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan Bahasa Banyumasan
masih berhubungan erat dengan Bahasa Jawa Kuno (Kawi). Sedangkan
Dialek Tegal juga merupakan salah satu kekayaan Bahasa Jawa, selain Banyumas.
Meskipun memiliki kosa kata yang sama dengan Dialek Banyumas, pengguna Dialek
Tegal tidak serta-merta mau disebut ngapak karena beberapa alasan antara
lain : perbedaan intonasi, pengucapan, dan makna kata.
......
Implikasi
selanjutnya adalah pada perkembangan Bahasa Jawa yang melahirkan
tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya
feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan.
Itulah sebabnya pada tahap perkembangan di era Bahasa Jawa modern ini, terdapat
perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa Banyumasan dengan Bahasa Jawa
standar sehingga di masyarakat Banyumasan timbul istilah bandhekan untuk
merepresentasikan gaya Bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa wetanan
(timur).
......
Dibandingkan
dengan Bahasa Jawa Dialek Yogyakarta dan Surakarta, Dialek Tegal-Banyumas
banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap
diucapkan 'a' bukan 'ό'. Jadi jika di Surakarta orang makan 'segό'
(nasi), di wilayah Banyumas orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata
yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek
lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak
dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan
dikenal dengan Basa Ngapak atau Ngapak-ngapak.
Sebagian
besar kosakata asli dari dialek ini tidak memiliki kesamaan dengan Bahasa Jawa
standar (Surakarta-Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik.
......
· "inyong" : saya
· "rika" : kamu (Banyumas)
· "koen" : kamu (Tegal)
· "kepriwe" : bagaimana (Banyumas)
· "kepriben" : bagaimana (Tegal)
......
......
4.
Dialek Pekalongan
......
Dialek
Pekalongan
adalah salah satu dari dialek-dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di Kota
Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Dialek Pekalongan termasuk
dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif".
Meskipun ada di Jawa Tengah, Dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir
Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri, Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang
Yogyakarta atau Surakarta, dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti,
sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga
sulit dimengerti.
......
Pada
abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram.
Awalnya Dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di daerah
Kesultanan Mataram. Namun seterusnya ada zaman di mana bahasa-bahasa Jawa
terutama Dialek Pekalongan mulai terlihat berbeda karena asimilasi dengan
budaya lain.
......
Meskipun
Dialek Pekalongan banyak menggunakan kosakata yang sama dengan Dialek Tegal,
misalnya : bae, nyong, manjing, kaya kuwe, namun
pengucapannya tak begitu "kental" melainkan lebih "datar"
dalam pengucapannya, contohnya menggunakan pengucapan : ri, ra, po'o,
ha'ah pok, lha, ye. Demikian pula adanya istilah yang
khas, seperti : Kokuwe artinya "sepertimu", Tak nDangka'i
artinya "aku kira", Jebhul no'o artinya "ternyata", Lha
mbuh artinya "tidak tau", Ora dermoho artinya "tak
sengaja", Wegah ah artinya "tak mau", Nghang priye
artinya "bagaimana", Di Bya bae ra artinya "dihadapi
saja", dan masih banyak lainnya.
......
......
5.
Dialek Kedu
......
Dialek
Kedu adalah
sebuah dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di Daerah Kedu, Jawa Tengah bagian
tengah (Wonosobo, Purworejo, Magelang dan khususnya Temanggung). Dialek Kedu
adalah nenek moyang dari Bahasa Jawa yang biasa digunakan di Suriname.
......
Dialek
ini terkenal dengan cara bicaranya yang khas, sebab merupakan pertemuan antara
dialek bandek (Surakarta-Yogyakarta) dan dialek ngapak
(Banyumas). Kata-katanya masih menggunakan dialek ngapak dalam
tuturannya agak bandek :
......
· "gandhul" : pepaya
· "mbaca" : membaca (Bahasa Jawa
standar : maca)
· "mberuh" : tidak tahu
(embuh ora weruh)
· "mbek" : dengan contoh "mbek
sopo?" artinya "dengan siapa?" (kambek , karo)
· "krongsi" : kursi (Temanggung)
......
......
6.
Dialek Surakarta-Yogyakarta
......
Bahasa
Jawa Dialek Surakarta-Yogyakarta (Mataraman) adalah dialek Bahasa Jawa yang diucapkan di
daerah Surakarta dan Yogyakarta, termasuk pula daerah-daerah di bagian tengah
Pulau Jawa (memanjang dari Kabupaten Blitar di timur hingga Kabupaten Kendal di
barat). Dialek ini merupakan Bahasa Jawa baku dan menjadi standar bagi
pengajaran Bahasa Jawa baik di dalam negeri maupun secara internasional.
Bahasa Jawa Surakarta-Yogyakarta sejatinya merupakan pengembangan Bahasa Jawa
baru gaya Mataraman, dengan bercirikan dialek “ό” (å) dalam
berbagai kosakatanya, membedakannya dengan Bahasa Jawa kuno yang berdialek “a”
(mirip Dialek Tegal-Banyumasan).
......
Wilayah
geografis Dialek Surakarta-Yogyakarta :..................................................
Wilayah Barat
Eks Karesidenan Semarang (Semarang, Salatiga, Demak, dan Grobogan
Sebagian Kabupaten Magelang
Wilayah Tengah
Eks Karesidenan Surakarta dan Karesidenan Yogyakarta
Wilayah Timur
Eks Karesidenan Madiun dan Karesidenan Kediri
Bagian barat Kabupaten Jombang dan selatan Kabupaten Malang
Bahasa Jawa baku
mengenal undhak-undhuk basa dan menjadi bagian integral dalam tata krama
(etiket) masyarakat Jawa dalam berbahasa. Dialek Surakarta sendiri biasanya menjadi
rujukan dalam hal ini. Bahasa Jawa bukan satu-satunya bahasa yang mengenal hal
ini karena beberapa bahasa Austronesia lain dan bahasa-bahasa Asia Timur
seperti Bahasa Korea dan Bahasa Jepang juga mengenal hal semacam ini. Dalam
sosiolinguistik, undhak-undhuk merupakan salah satu bentuk register.
......
Terdapat tiga bentuk utama variasi, yaitu ngoko ("kasar"), madya ("biasa"), dan krama ("halus"). Di antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk "penghormatan" (ngajengake, honorific) dan "perendahan" (ngasorake, humilific). Dialek lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini....
...............................................
......
Terdapat tiga bentuk utama variasi, yaitu ngoko ("kasar"), madya ("biasa"), dan krama ("halus"). Di antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk "penghormatan" (ngajengake, honorific) dan "perendahan" (ngasorake, humilific). Dialek lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini....
...............................................
- Bahasa Indonesia: "Maaf, saya mau tanya rumah Kak Budi itu, di mana?"..................................................
- Ngoko kasar : “Eh, aku arȇp takόn, omahé Budi kuwi, níng ȇndi ?’
- Ngoko alus : “Aku nyuwún pírsa, dalemé Mas Budi kuwi, níng ȇndi ?”
- Ngoko meninggikan diri sendiri : “Aku kȇrså ndangu, omahé , Mas Budi kuwi, níng ȇndi ?” (ini dianggap salah oleh sebagian besar penutur Bahasa Jawa karena menggunakan leksikon krama inggil untuk diri sendiri)
- Madya : “Nuwun séwu, kulå ajȇng tanglet, griyané mas Budi niku, teng pundi ?” (ini krama desa (substandar))
- Madya alus : “Nuwun séwu, kula ajeng tanglȇt, dalȇmé Mas Budi niku, ‘tȇng pundi ?” (ini juga termasuk krama desa (krama substandar))
- Krama andhap : “Nuwun séwu, dalȇm badhe nyuwún pírså, dalȇmipún Mas Budi punikå, wontȇn pundi ?” (Dalȇm itu sebenarnya pronomina persona kedua, kagungan dalȇm 'kepunyaanmu'. Jadi ini termasuk tuturan krama yang salah alias krama desa)
- Krama lugu : “Nuwun séwu, kulå badhé takén, griyanipún Mas Budi punikå, wontȇn pundi ?”
- Krama alus : “Nuwun séwu,
kulå badhe nyuwún pírsa, dalȇmipún Mas Budi punikå, wontȇn pundi ?”..
..............................................
*níng adalah bentuk percakapan sehari-hari dan merupakan kependekan dari bentuk baku ånå íng yang disingkat menjadi (a)níng.
..............................................
Dengan
memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang secara tatabahasa berarti
sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya
dan juga terhadap yang dibicarakan. Walaupun demikian, tidak semua penutur
Bahasa Jawa mengenal semuanya register itu. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko
dan sejenis madya.
......
......
7.
Dialek Pantura Timur
......
Dialek
Pantai Utara (Pantura) Timur
adalah sebuah dialek Bahasa Jawa yang sering disebut Dialek Muria di
Jawa Tengah karena juga dituturkan di wilayah sekitar kaki Gunung Muria. Dialek
ini meliputi wilayah Jepara, Kudus, Pati, Blora, Rembang (Jawa Tengah), Tuban,
dan Bojonegoro (Jawa Timur). Dialek ini juga menjadi bahasa sehari-hari Suku
Samin (salah satu sub-Suku Jawa) di pedalaman Kabupaten Blora dan Kabupaten
Bojonegoro.
......
Ciri
khas dialek ini adalah digunakannya akhiran -em atau -nem (ȇ)
menggantikan akhiran -mu dalam Bahasa Jawa untuk menyatakan kata ganti posesif
orang kedua tunggal. Akhiran -em dipakai jika kata berakhiran huruf
konsonan, sementara -nem dipakai jika kata berakhiran vokal. Misalnya
kata kathok yang berarti celana menjadi kathokem, klambi yang
berarti baju menjadi klambinem, dan sebagainya.
......
Beberapa
kosakata khas Dialek Pantura Timur yang tidak dipakai dalam Bahasa Jawa yang
lain antara lain :....
- "lamuk/jengklong" berarti "nyamuk" (Bahasa Jawa standar : nyamuk atau lemut)
- "mbledeh/mblojet" berarti "telanjang dada" (Bahasa Jawa standar : ngliga)
- "wong bento" berarti orang gila" (Bahasa Jawa standar : wong edan)
- "pet" berarti "pipa atau air ledeng" (Bahasa Jawa standar : ledeng)
- "neker" berarti "kelereng" (Bahasa Jawa standar : setin)
- "jengen" berarti "nama" (Bahasa Jawa standar : jeneng)
- "ceblok" berarti "jatuh" (Bahasa Jawa standar : tiba)
- "digudak"
berarti "dikejar" (Bahasa Jawa standar : dioyak)
......
8. Dialek
Surabaya
......
Dialek
Surabaya atau
lebih sering dikenal sebagai Boso Suroboyoan atau Jawa Timuran
adalah sebuah dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya.
Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan
sekitarnya. Secara struktural bahasa, Dialek Surabaya dapat dikatakan sebagai
bahasa paling kasar. Meskipun demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih
halus masih dipakai oleh beberapa orang Surabaya, sebagai bentuk penghormatan
atas orang lain. Namun demikian penggunaan Bahasa Jawa halus (madya sampai
krama) di kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan tidaklah sehalus di
Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak mencampurkan kata sehari-hari yang lebih
kasar.....
..............................................
Secara persebaran geografis Dialek Surabaya dipertuturkan di :..................................................
..............................................
Secara persebaran geografis Dialek Surabaya dipertuturkan di :..................................................
- Wilayah Barat
.... - Kabupaten dan Kota
Mojokerto sampai Kabupaten Jombang ....
Wilayah Perak Utara (Kecamatan Perak, Jombang) masih menggunakan Dialek Surabaya, sementara Perak Selatan telah menggunakan Dialek Surakarta-Yogyakarta (karena berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Kediri)...............................................
- Wilayah Utara
.... - Kabupaten Gresik dan
Kabupaten Lamongan
.... - Sebagian Madura ................................................
Beberapa orang Madura dapat menggunakan Dialek ini secara aktif..................................................
- Wilayah Tengah
.............................................. - Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, dan Kabupaten Pasuruan
.............................................. - Malang Raya (wilayah
Kabupaten dan Kota Malang serta Kota Batu)
.............................................. - Wilayah Timur
.... - Kawasan Tapal Kuda ...
...............................................
Belum diketahui secara pasti, namun di sepanjang pesisir tengah Jawa Timur (Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, sampai Banyuwangi bagian barat) Dialek Surabaya juga banyak digunakan.
......
Orang
Surabaya lebih sering menggunakan partikel "rék" sebagai ciri
khas mereka. Partikel ini berasal dari kata "arék", yang dalam
Dialek Surabaya menggantikan kata "bôcah" (anak) dalam Bahasa
Jawa standar. Partikel lain adalah "seh" (e dibaca seperti e
dalam kata edan), yang dalam Bahasa Indonesia setara dengan partikel "sih".
..............................................
..............................................
Beberapa
kosa kata khas Suroboyoan :
....
....
- "pongor, gibeng, santap, waso(h) (istilah untuk pukul atau hantam);
- "kathuken" berarti "kedinginan" (Bahasa Jawa standar : kademen);
- "gurung" berarti "belum" (Bahasa Jawa standar : durung);
- "gudhuk" berarti "bukan" (Bahasa Jawa standar : dudu);
- "opo'o" berarti "mengapa" (Bahasa Jawa standar : kenopo);
..............................................
"Jancúk" merupakan salah satu kosakata paling khas dari Dialek Surabaya. Orang Jawa (golongan Mataraman) pada umumnya menganggap Dialek Surabaya adalah yang terkasar, namun sebenarnya itu menujukkan sikap tegas, lugas, dan terus terang. Sikap basa basi yang diagung-agungkan para bangsawan Mataram, tidak berlaku dalam kehidupan Arek Suroboyo. Tapi kata "jancúk" juga dapat diartikan sebagai tanda persahabatan. Arek-arek Suroboyo apabila telah lama tidak bertemu dengan sahabatnya jika bertemu kembali pasti ada kata "jancúk" yang terucap, contoh : "Jancuk , yok opo kabare rek ! Suwi gak ketemu !".
"Jancúk" merupakan salah satu kosakata paling khas dari Dialek Surabaya. Orang Jawa (golongan Mataraman) pada umumnya menganggap Dialek Surabaya adalah yang terkasar, namun sebenarnya itu menujukkan sikap tegas, lugas, dan terus terang. Sikap basa basi yang diagung-agungkan para bangsawan Mataram, tidak berlaku dalam kehidupan Arek Suroboyo. Tapi kata "jancúk" juga dapat diartikan sebagai tanda persahabatan. Arek-arek Suroboyo apabila telah lama tidak bertemu dengan sahabatnya jika bertemu kembali pasti ada kata "jancúk" yang terucap, contoh : "Jancuk , yok opo kabare rek ! Suwi gak ketemu !".
......
9.
Dialek Tengger
......
Bahasa
Tengger atau
Dialek Tengger merupakan sub-Bahasa Jawa yang dituturkan oleh Orang Tengger di
daerah Gunung Bromo dan Gunung Semeru (Dataran Tinggi Tengger) yang termasuk
wilayah sebagian Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang.
Di
Pasuruan, Dialek Tengger ditemukan di Kecamatan Tosari, lalu di Probolinggo,
daerah Kecamatan Sukapura, sedangkan Malang, Dialek Tengger dituturkan di
wilayah Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo. Yang terakhir, di Lumajang
dituturkan di wilayah Ranu Pane, Kecamatan Senduro.
Ada
yang menganggap Dialek Tengger merupakan turunan Bahasa Kawi dan banyak
mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tak digunakan lagi dalam Bahasa
Jawa modern.
...........
...........
Contoh :
..........
..........
- Reang : aku, jika yang berbicara lelaki
- Isun : aku, jika yang berbicara perempuan
...........
Apabila abjad "a" dalam bahasa Jawa modern dibaca "ό", di Tengger tetap dibaca "a", mirip dengan dialek Bahasa Jawa di bagian barat (Tegal-Banyumas dan Pekalongan).
Apabila abjad "a" dalam bahasa Jawa modern dibaca "ό", di Tengger tetap dibaca "a", mirip dengan dialek Bahasa Jawa di bagian barat (Tegal-Banyumas dan Pekalongan).
......
10.
Dialek Osing
Dialek
Osing atau
sering disebut Basa Osing, adalah dialek Bahasa Jawa yang dipertuturkan
oleh Orang Osing (salah satu sub-Suku Jawa) di Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur.
Kata
osing berasal dari Bahasa Sansekerta, tusing, sama seperti dalam
Bahasa Bali yang berarti "tidak". Dialek Osing mempunyai banyak
kesamaan dan memiliki kosakata Bahasa Jawa Kuno yang masih tertinggal. Di
samping itu, pengaruh Bahasa Bali juga sedikit signifikan terlihat dalam dialek
ini. Seperti kosakata sing (tidak) dan bojog (monyet).......
Jumlah
penduduk asli Banyuwangi yang acap disebut sebagai "Lare Using"
ini diperkirakan mencapai 500.000 jiwa dan secara otomatis menjadi pendukung
tutur Dialek Osing ini. Penutur Dialek Osing ini tersebar terutama di wilayah
tengah Kabupaten Banyuwangi, mencakup Kecamatan Kabat, Rogojampi, Glagah,
Kalipuro, Srono, Songgon, Cluring, Giri, Kota Banyuwangi, Gambiran, Singojuruh,
sebagian Genteng, dan Licin. Wilayah sisanya dihuni warga berbahasa Jawa Dialek
Surabaya ataupun Bahasa Madura. Selain di Banyuwangi, penutur bahasa ini juga
dapat dijumpai di wilayah Kabupaten Jember, khususnya di Dusun Krajan Timur,
Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan.
......
Di
kalangan masyarakat Osing, dikenal dua gaya bahasa yang satu sama lain ternyata
tidak saling berhubungan. Yakni Cara Osing dan Cara Besiki. Cara
Osing adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, dan
tidak mengenal bentuk Ngoko-Krama seperti layaknya Bahasa Jawa umumnya. Yang
menjadi pembedanya adalah pronomina yang disesuaikan dengan kedudukan lawan
bicara, misalnya :
..............................................
..............................................
- Siro wis madhyang? = kamu sudah makan?
- Riko wis madhyang? = anda sudah makan?
..............................................
- Hiro/Iro = digunakan/lawan bicara untuk yang lebih muda(umur)
- Siro = digunakan/lawan bicara untuk yang selevel(umur)
- Riko = digunakan/lawan bicara untuk yang di atas kita (umur)
- Ndiko = digunakan/lawan bicara untuk orang tua (bapak/ibu).............................
Sedangkan Cara
Besiki adalah bentuk "Osing Halus" yang dianggap sebagai bentuk
bicara ideal. Akan tetapi penggunaannya tidak seperti halnya masyarakat Jawa, Cara
Besiki ini hanya dipergunakan untuk kondisi-kondisi khusus yang bersifat
keagamaan dan ritual, selain halnya untuk acara pertemuan menjelang perkawinan.
...........
Sumber
:
Wikipedia Bahasa Indonesia - dengan sedikit tambahan dan perubahan
http://infobimo.blogspot.com/2013/11/macam-varian-dialek-dialek-bahasa-jawa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar